Sabtu, 16 Juli 2011

Legenda Malin Kundang Padang Sumatera Barat


Malin Kundang adalah sebuah legenda yang berasal dari Pantai Aia Manih, Padang, Sumatera Barat. Legenda ini berkisah tentang seorang anak yang durhaka terhadap ibunya yang kemudian dikutuk oleh ibunya sendiri karena kedurhakaanya itu. Berikut ini kisah selengkapnya.
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan miskin di Pesisir Pantai wilayah Sumatera. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan sang suami memutuskan untuk mencari nafkah ke negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Tak lama setelah kepergian suaminya, sang istri melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Malin Kundang. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, tahun berganti tahun, sang suami, ayahnya malin kundang tidak juga kembali ke kampung halamanya sehingga sang istri ibunya malin kundang harus menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan kepalanya  luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dikepalanya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan kepada ibunya yang membanting tulang mencari nafkah demi membesarkan dirinya. Kemudian Ia berpikir untuk mencari nafkah ke negeri seberang dengan harapan ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi orang yang kaya raya. 
Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang mengingat suaminya juga pernah pergi merantau dan tak pernah kembali lagi. Tetapi karena Malin Kundang terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.
Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisi tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, malin kundang ditolong oleh Saudagar yang kaya setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Karena keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, sang saudagar tertarik melihat malin yang ternyata seorang pekerja keras sehingga ia berniat mengambil malin menjadi menantunya. Setelah menikah malin mewarisi seluruh harta kekayaan sang saudagar. Ditangan Malin lama kelamaan harta yang ia warisi itu semakin bertambah banyak sehingga malin menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibunya Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah dan mendorongnya sehinnga wanita tua itu terjatuh. ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya namun ia tidak mau mengakuinya karena malu jika hal ini diketahui oleh istrinya dan anak buahnya.
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang menjadi marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. kemarahannya memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi batu”.
Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat yang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku. lama-kelamaan berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.
Demikianlah cerita Malin Kundang dari daerah Padang Sumatera Barat ini. Di balik cerita diatas, tersimpan pesan-pesan moral yang dapat kita petik untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satunya yang dapat kita petik untuk dijadikan pedoman adalah janganlah menjadi anak durhaka kepada orang tua karena seperti apapun, mereka tetaplah orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan kita sehingga kita bisa menjadi seperti saat sekarang ini. Itu semua berkat  doa dari mereka.
Diceritakan kembali oleh U_mai ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar